Definisi, Jenis, dan Penyebaran Mangrove


            Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam atau salinitas (pasang surut air laut), dan kedua sebagai individu spesies (Magne, 1968 dalam Supriharyono, 2000). Magne kemudian menggunakan istilah mangal apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan mangrove untuk individu tumbuhan. Mangrove sering diterjemahkan sebagai komunitas hutan bakau, sedangkan tumbuhan bakau merupakan salah satu jenis dari tumbuhan yang hidup di hutan pasang surut tersebut. Jenis-jenis pohon Mangrovenya seperti Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp dan Ceriops sp.
            Mangrove atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1988 dalam Huda, 2008). 
Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon (seperti Avicennia, Sonneratia, Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Exoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphypora, dan Nypa) yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut lumpur (Bengen, 2004).
Habitat dan Ekosistem Mangrove
            Karakteristik habitat mangrove yakni: (1) umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanah berlumpur atau berpasir; (2) daerah yang tergenang air laut secara berkala baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama, frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi mangrove; (3) menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; (4) terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat (Huda, 2008).
Habitat mangrove sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang rendah dibandingkan dengan ekosistem lainnya, karena hambatan bio-kimiawi yang ada di wilayah yang sempit diantara darat laut. Namun hubungan kedua wilayah tersebut mempunyai arti bahwa keanekaragaman hayati yang berada di sekitar mangrove juga harus dipertimbangkan, sehingga total keanekaragaman hayati ekosistem tersebut menjadi lebih tinggi (Anonim,  2003).
            Ekosistem mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir terutama pulau-pulau kecil. Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan perubahan lingkungan utama dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota baru. Selain itu, ekosistem ini juga berfungsi dalam mengolah limbah melalui penyerapan kelebihan nitrat dan phospat sehingga dapat mencegah pencemaran dan kontaminasi di perairan sekitarnya (Huda, 2008). 
Fungsi dan Potensi Mangrove

            Ekosistem mangrove memiliki fungsi antara lain: (1) sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak, arus, dan angin; (2) sebagai tempat berlindung, berpijah, atau berkembang biak dan daerah asuhan berbagai jenis biota; (3) sebagai penghasil bahan organik yang sangat produktif (detritus); (4) Sebagai sumber bahan baku industri; (5) pemasok larva ikan, udang, dan biota laut lainnya; (6) tempat pariwisata (Huda, 2008). 
            Mangrove merupakan SDA yang dapat dipulihkan (renewable resources atau flow  resources yang mempunyai manfaat ganda (manfaat ekonomis dan ekologis). Berdasarkan sejarah, sudah sejak dulu hutan mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup bagi berbagai masyarakat lokal. Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK, hutan mangrove menyediakan berbagai jenis sumber daya sebagai bahan baku industri dan berbagai komoditas perdagangan yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara. Secara garis besar, manfaat ekonomis dan ekologis mangrove adalah :
a.      Manfaat ekonomis, terdiri atas :
1)  Hasil berupa kayu, seperti: kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang, serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu
2)  Hasil bukan kayu
§ Hasil hutan ikutan, seperti: tannin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, dll.
§ Jasa lingkungan (ekowisata)
b. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindung lingkungan, baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagaia jenis fauna, diantaranya :
§ Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang
§ Pengendali intrusi air laut
§ Habitat berbagai jenis fauna
§ Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.
§ Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi
§ Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air)
§ Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibandingkan tipe hutan lain (Anonim, 2003).
Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar-walaupun tidak semua-wilayah Indonesia. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penghubung antara daratan dan lautan. Tumbuhan, hewan benda-benda lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah daratan atau ke arah laut melalui mangrove. Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dari perubahan lingkungan utama, dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata (Anonim,  2003).
Degradasi Mangrove

            Kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk penentuan kekritisan lahan mangrove dapat melalui dua teknik penilaian yaitu dengan teknologi GIS dan inderaja (citra satelit), dan  survei langsung di lapangan (terestris) (Anonim, 2006). 
            Menipisnya hutan mangrove menjadi perhatian serius negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dalam masalah lingkungan dan ekonomi. Perhatian ini berawal dari kenyataan bahwa antara daerah antara laut dan darat ini, mangrove memainkan peranan penting dalam menjinakkan banjir pasang musiman (saat air laut pasang pada musim penghujan) dan sebagai pelindung wilayah pesisir. Selain itu, produksi primer mangrove berperan mendukung sejumlah kehidupan seperti satwa yang terancam punah, satwa langka, bangsa burung (avifauna) dan juga perikanan laut dangkal. Dengen demikian, kerusakan dan pengurangan sumber daya vita tersebut yang terus berlangsung akan mengurangi bukan hanya produksi dari darat dan perairan, serta habitat satwa liar, dan sekaligus mengurangi keanekaragaman hayati, tetapi juga merusak stabilitas lingkungan hutan pantai yang mendukung perlindungan terhadap tanaman pertanian darat dan pedesaan (Anonim,  2003).


Luas dan Komposisi Hutan Mangrove

Struktur mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila dibandingkan dengan negara lainnya. Dapat ditemukan mulai dari tegakan Avicennia dengan ketinggian 1 -2 meter pada pantai yang tergenang air laut, sehingga tegakan campuran Bruguiera, Rhizophora, Ceriops dengan ketinggian lebih dari 30 meter.
Di daerah pantai terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara itu sepanjang sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah umumnya ditemukan Nypa sp. dan Sonneratia sp. Sejauh ini di Indonesia tercatat sedikitnya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat. 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku (Bengen, 2001).
                                  Faktor Pembatas Pertumbuhan Mangrove
Faktor-faktor lingkungan yang berinteraksi satu sama lain secara kompleks akan menghasilkan asosiasi jenis yang juga kompleks. Dimana distribusi individu jenis tumbuhan mangrove sangat dikontrol oleh variasi faktor-faktor lingkungan seperti tinggi rata-rata air, salinitas, pH, dan pengendapan (Hasmawati, 2001)
1.   Suhu
Pada perairan tropik suhu permukaan air laut pada umumnya 27°C - 29°C. Pada perairan yang dangkal dapat mencapai 34°C. Di dalam hutan bakau sendiri suhunya lebih rendah dan variasinya hampir sama dengan daerah-daerah pesisir lain yang ternaung .
2.  Pasang Surut
Pasang surut adalah naik turunnya air laut (mean sea level) sebagai gaya tarik bulan dan matahari. Untuk daerah pantai fenomena seperti ini merupakan proses yang sangat penting, yang tidak dapat diabaikan oleh manusia dalam usahanya untuk memanfaatkan, mengelola maupun melestarikan daerah pesisir.
Pengaruh aktifitas pasang surut di daerah muara sungai sangat besar karena pasut bukan hanya merubah paras laut dengan merubah kedalamannya, melainkan dapat pula sebagai pembangkit arus yang dapat mentranspor sedimen. Selain itu pasut juga berperan terhadap proses-proses di pantai, seperti penyebaran sedimen dan abrasi pantai. Pasang naik akan menimbulkan gelombang laut dimana sedimen akan menyebar di dekat pantai, sedangkan bila air laut surut akan menyebabkan majunya sedimentasi ke arah laut lepas (Kaharuddin, 1994)
3. Substrat (sedimen).
Sedangkan Anwar dkk. (1984), menyatakan bahwa lahan yang terdekat dengan air pada areal hutan mangrove biasanya terdiri dari lumpur dimana lumpur diendapkan. Tanah ini biasanya terdiri dari kira-kira 75% pasir halus, sedangkan kebanyakan dari sisanya terdiri dari pasir lempung yang lebih halus lagi. Lumpur tersebut melebar dari ketinggian rata-rata pasang surut sewaktu pasang berkisar terendah dan tergenangi air setiap kali terjadi pasang sepanjang tahun. Klasifikasi sedimen pantai disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.         Klasifikasi Sedimen Pantai Berdasarkan Skala Wentworth
Kelas Ukuran Butiran
Diameter Butiran
Mm
Skala Phi
Boulder (Berangkal)
>256
<-8
Cobbe (kerikil kasar)
45 -256
(-6) – (-8)
Pebble (kerikil sedang)
4 – 64
(-2) – (-6)
Granule (kerikil halus)
2 – 4
(-1) – (-2)
Very Coarse Sand (Pasir sangat halus)
1 – 2
0 – (-1)
Coarse Sand (pasir sedang)
0,5 – 1
1 – 0
Medium Sand (Pasir sedang)
0,23 – 1
2- 1
Fine Sand (pasir halus)
0,125 – 0,25
3 – 2
Very Fine Sand (pasir sangat halus)
0,062 – 0,125
4 – 3
Silt (debu)
0,0039 – 0,062
8 – 4
Clay (lumpur)
< 0,0039
> 8
Sumber : Hutabarat dan Evans, 1985


4.   Kecepatan Arus
Arus merupakan perpindahan massa air dari suatu tempat ke tempat lain di sebabkan oleh sebgaian faktor seperti hembusan angin, perbedaan densitas atau pasang surut. Faktor utama yang dapat menimbulkan arus yang relatife kuat adalah angin dan pasang surut. Arus yang disebabkan oleh angin pada umumnya bersifat musiman dimana pada suatu musim arus mengalir ke suatu arah dengan tetap pada musim berikutnya akan berubah arah sesuai dengan perubahan arah angin yang terjadi (Hasmawati, 2001)
Selanjutnya, Hasmawati (2001) menyatakan bahwa kecepatan arus secara tak langsung akan mempengaruhi substrat dasar perairan. Berdasarkan kecepatannya maka arus dapat dikelompokkan menjadi arus sangat cepat (>1 m/dt), arus cepat (0,5-1 m/dt), arus sedang (0,1-0,5 m/dt) dan arus lanibat (<0,1 m/dt).
5.   Salinitas
Pohon mangrove tahan terhadap air tanah dengan kadar garam tinggi,
tetapi pohon-pohon mangrove juga dapat tumbuh dengan baik di air tawar
(Anwar,dkk,.1984). Ketersediaan air tawar dan konsentrasi salinitas
mengendalikan efesiensi matabolik (metabolic efficiency) vegetasi hutan
mangrove. Walaupun spesies vegetasi mangrove memiliki mekanisme adaptasi
yang tinggi terhadap salinitas, namun kekurangan air tawar menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam kelangsungan hidupnya (Dahuri, 2003).          .
6.   Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman untuk perairan alami berkisar antara 4-9 penyimpangan yang cukup besar dari pH yang semestinya, dapat dipakai sebagai petunjuk akan adanya buangan industri yang bersifat asam atau basa yaitu berkisar antara 5-8 untuk air dan untuk tanah 6 - 8,5 dan kondisi pH di perairan mangrove biasanya bersifat asam, karena banyak bahan-bahan organik di kawasan tersebut. Nilai pH ini mempunyai batasan toleransi yang sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas dan stadia organisme (Hasmawati, 2001).
Morfologi dan Klasifikasi Gastropoda
Nybakken (1992) menyatakan empat kelompok organisme yang dominan menyusun fauna makro didaerah sublitoral, yaitu filum Mollusca, filum Echinodermata, filum Polycheta, dan filum crustacea. Filum mollusca sendiri meliputi jenis-jenis siput, kerang-kerangan, dan oktupus. Mollusca mempunyai bentuk tubuh yang beranekaragamam dari bentuk silindris  seperti cacing dan tidak mempunyai cangkang sampai bentuk hampir  bulat tanpa kepala dan tutup cangkang.
Kata gastropoda diambil dari bahasa latin, gastro (perut) dan poda (kaki) (Pachenik, 1998). Kelas gastropoda sendiri terbagi dalam 3 sub-kelas, menurut Russel-Hunter (1983). Yaitu:
1.     Sub-kelas Prosobranchia, yang terdiri atas 3 ordo ; Archaeogastropoda, Mesogastropoda, dan Neogastropoda.
2.     Sub-kelas Opisthobranchia terdiri atas 8 ordo ; Chepalaspidae, Pyramidellacea, Acocchlidioidea, Anapidea atau Aplysiacea, Notaspidea, Saccoglossa, Thecosomata, dan Gymnosomata.
3.     Sub-kelas Pulmonata terdiri atas 2 ordo ; Basommathopora, Stylommathopora.
Di dalam ekosistem mangrove, filum molusca, khususnya kelas gastropoda merupakan kelompok yang terbesar. Diantara kelas-kelas lain, kelas gastropoda mempunyai anggota terbanyak dan merupakan kelas yang paling sukses dan menguasai berbagai habitat yang bervariasi (Barnes, 1988). Diperkirakan sekitar 40.000 sampai 75.000 spesies, hidup sebagai keong dan menyebar mulai dari air laut, tawar, dan darat. Sekitar 75%-80% filum molusca adalah kelas gastropoda (Pechenik, 1998).
Kelas gastropoda lebih umum disebut siput atau keong dan merupakan kelompok molusca dengan keong cangkangnya berbentuk tabung yang melingkar seperti spiral. Gastropoda merupakan molusca paling kaya akan jenis. Di indonesia terdapat ± 1500 jenis (Nontji, 2003). Menurut Pechenik (1998) kelas gastropoda memiliki 2 ciri utama yaitu:
1.   Massa visceral dan sistem pencernaan (nervous) yang dapat berputar 90-1800 (peristiwa perputaran torsi) terjadi sejak pembentukan embrio.
2.   Memiliki pelindung Proteinaceous pada kaki (operculum) yang mana digunakan oleh perut yang bersegmen untuk berjalan. Tubuhnya dilengkapi dengan cangkang yang berbentuk kerucut dari tabung yang melingkar.
Untuk mengelompokkan hewan dasar adalah dengan melihat hubungan mereka dengan tempat hidupnya. Semua hewan yang hidup diatas permukaan dasar laut dikenal sebagai organisme epifauna dan yang hidup dengan cara menggali lubang pada permukaan dasar laut dikenal sebagai organisme infauna (Hutabarat dan Evans, 1988).
2.8.         Kualitas Air
Air menjadi substansi sentral dalam pengelolaan ekosistem karena sifat istimewa air yang tidak dimiliki unsur lain, beberapa diantaranya adalah:
1.     Air mempunyai panas jenis tinggi dan lebih besar dari kebanyakan unsur lain, menjadikannya pengendali suhu permukaan bumi yang sangat efektif.
2.     Air memiliki viskositas yang rendah sehingga mampu menjadi media transpor dan ditranspor dengan murah. Sifat ini mnyebabkan transportasi di air paling ringan hambatannya. Fauna akuatik mudah dan bebas bergerak dalam air.
3.     Air dapat berada dalam tiga fase pada suhu dan tekanan di udara, di permukaan tanah, dan di dalam bumi.
4.     Air dengan tiga fase dapat bertindak sebagai sarana transfer energi dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
5.     Air mempunyai tegangan permukaan yang tinggi dan sifat meniskus adhesif sehingga memegang peranan penting dalam kehidupan biota.
6.     Dalam proses di atas berlangsung pula penguapan air gabungan evaporasi dan transpirasi. Panas yang dipakai dalam proses penguapan ini ikut mengatur suhu udara sehingga lingkungan lebih sejuk.
7.     Air adalah sumber tenaga potensial untuk pembangkit tenaga listrik maupun mekanis dan sering dinyatakan sebagai sumber daya terbaru.
8.     Air adalah pelarut yang termasuk paling baik, hampir seluruh kehidupan manusia dan seluruh ekosistem memanfaatkan air sebagai media pelarut, baik untuk membersihkan maupun untuk melarutkan kotoran.
9.     Karena air itu “basah” ia dapat melekat ke hampir semua unsur lain sehingga menjadikannya pelarut universal. Apabila tersedia waktu yang cukup (panjang) air dapat melarutkan hampir semua unsur di permukaan bumi.
10. Sebagian besar tubuh kita terdiri air (Hehanusa,  2004)
   
Kementerian Lingkungan Hidup telah menetapkan suatu Baku Mutu Air Laut sebagai upaya pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mencemari dan atau merusak lingkungan laut dengan tujuan untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut.  Baku Mutu Air Laut tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004.  Baku Mutu Air Laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.  Penetapan Baku Mutu Air Laut tersebut meliputi Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan, Wisata Bahari dan Biota Laut.
Previous
Next Post »