Sistem Karbonat dan Siklus Karbon Dalam Laut

Sistem karbonat dipengaruhi oleh kesetimbangan asam – basa di perairan.  Sebelum mempelajari tentang keseimbangan asam basa harus mengetahui konsep pH. Nilai pH menentukan asam atau basa pada perairan. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Pada konsentrasi yang besar CO2 juga masuk kedalam perairan sehingga mengakibatkan perubahan parameter kualitas air khususnya pH air dan sistem karbonat. Konsep pH pertama kali dijelaskan oleh Svante Arrhenius (Bapak teori Ionisasi) yang mengatakan bahwa atom H berhubungan dengan sifat keasaman dimana Asam merupakan donor atau pemberi H+. Sedangkan untuk Basa sebagai penerima H+. Tetapan kesetimbangan asam basa adalah tingkat kekuatan suatu asam yang melukiskan ukuran tingkat kemudahan ion hidrogen yang dapat dilepaskan. Menurut wikipedia, pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Didefenisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen yang terlarut. Suatu larutan dikatakan netral apabila nilai pH = 7. Nilai pH < 7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH < 7 menunjukkan asam. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8.5. Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Untuk Sistem penyangga ini jika terganggu maka akan mengakibatkan beberapa permasalahan pada lingkungan perairan. Jika perairan memiliki nilai pH yang asam maka akan mengakibatkan pengasaman laut. Organisme yang memiliki susunan tubuh dari CaCO3 ketika adanya CO2 yang tinggi maka zat kapur tersebut akan hancur dan menjadi sumber carbon di perairan. Sedangkan saat cuaca yang ekstrim seperti anomali cuaca yaitu El Nino dan La Nina akan timbul nilai pH yang berbeda. Untuk itu dalam mempelajari kesetimbangan asam basa di perairan sangat penting dalam mengotrol kualitas perairan di daerah tersebut

Tujuan Penulisan Makalah

·           Mengetahui konsep dari keseimbangan asam basa
·           Mengetahui hubungan sistem karbonat dengan keseimbangan asam basa
·           Mengetahui siklus karbon dalam air laut
·                                   Mengetahui hubungan el – nino dan la – nina yang mengakibatkan asam – basa di perairan

            Konsep Kesetimbangan Asam dan Basa.
Kesetimbangan merupakan keadaan ketika reaksi mencapai titik dimana konsentrasi reaktan dan  produk konstan. Cepat lambatnya suatu reaksi mencapai kesetimbangan bergantung pada laju reaksi, semakin besar laju reaksi maka semakin cepat. Tetapan kesetimbangan asam basa adalah tingkat kekuatan suatu asam yang menggambarkan ukuran tingkat kemudahan ion hidrogen yang dapat dilepaskan. Untuk asam, tetapan ini diidentifikasi sebagai tetapan ionisasi asam, Ka. Reaksi keseimbangan asam dengan rumus HA adalah :
HA (aq) + H2O(l) çè H3O+(aq) + A-(aq)
Untuk basa, tetapan keseimbangan diidentifikasi sebagai ionisasi basa, K. Reaksi keseimbangan basa dengan rumum umum A- dapat dituliskan.
A-(aq) + H2O(l) çè HA(aq) + OH-(aq)            
            Dimana HA merupakan Asam memberikan H+ dan A- merupakan basa yang menerima H+.
Hubungan sistem karbonat dengan kesetimbangan Asam Basa
                                    Sistem karbonat merupakan Kesetimbangan asam basa mempengaruhi sistem karbonat di perairan. Dimana derajat keasaman (pH) merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+) yang mencirikan kesetimbangan asam dan basa.  Biasanya angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur – unsur kimia. Fungsi dari pH ini sangat penting sebagai paraneter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju keeptan reaksi beberapa bahan di dalam air. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung pada beberapa faktor yaitu:
1)     Konsentrasi gas-gas dalam air seperti CO2
2)      Konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat
3)      Proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan.

Secara alamiah, pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida (CO2) dan senyawa bersifat asam. Perairan umum dengan aktivitas fotosintesis dan respirasi organisme yang hidup didalamnya akan membentuk reaksi berantai karbonat – karbonat sebagai berikut:
CO2 + H2O è H2CO3 è H+ + HCO3 è 2H+ + CO32-
Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi, reaksi bergerak ke kanan dan secara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air turun. Reaksi sebaliknya terjadi pada peristiwa fotosintesis yang membutuhkan banyak ion CO2, sehingga menyebabkan pH air naik. Pada peristiwa fotosintesis, fitoplankton dan tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari air selama proses fotosintesis sehingga mengakibatkan pH air meningkat pada siang hari dan menurun pada waktu malam hari. Untuk nilai pHnya sendiri yaitu saat netral pH = 7, saat keadaan basa pH > 7 dan saat asam pH < 7. Pertukaran karbon menjadi penting dalam mengontrol pH di laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon. Karbon siap untuk saling dipertukarkan antara atmosfer dan lautan. Pada daerah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling karbon (CO2) berpindah dari atmosfer ke lautan. Pada saat CO2 memasuki lautan, asam karbonat terbentuk:
CO2 + H2O H2CO3
Reaksi ini memiliki sifat dua arah, mencapai sebuah kesetimbangan kimia. Reaksi lainnya yang penting dalam mengontrol nilai pH lautan adalah pelepasan ion hidrogen dan bikarbonat. Reaksi ini mengontrol perubahan yang besar pada pH:
H2CO3 H+ + HCO3


Siklus Karbon dalam Air laut


The Ocean Carbon Cycle. Image credit: Oak Ridge National Laboratory
Siklus karbon melibatkan seluruh lingkungan yang ada di alam semesta, meliputi atmosfer, biosfer, hidrosfer dan geosfer. Karena itu, siklus karbon disebut sebagai siklus biogeochemical. Pada setiap lingkungan dan antara lingkungan terjadi pertukaran karbon. Secara ringkas, daur karbon merupakan salah satu siklus biogeokimia dimana terjadi pertukaran/perpindahan karbon antara bidang-bidang dari biosfer, geosfer,hidrosfer, dan atmosfer. Karbon sangat berkaitan erat dengan oksigen, terutama dalam hal fotosintesis dan respirasi. Ada empat tempat keberadaan untuk karbon, yaitu : Biosfer (di dalam makhluk hidup), Geosfer (di dalam bumi), hidrosfer ( di air), dan atmosfer ( di udara).
Karbon berpindah dari lingkungan atmosfer ke biosfer sebagai gas karbondioksida. Gas karbondioksida digunakan tumbuhan untuk berfotosintesis. Karbon memasuki lingkungan atmosfer dari lingkungan bisofer juga sebagai gas karbondioksida. Gas karbondioksida dilepaskan ke atmosfer dari hasil pernafasan mahluk hidup, hasil pembusukan/fermentasi oleh bakteri/jamur dan hasil pembakaran senyawa-senyawa organik.
Selain petukaran karbon dari lingkungan atmosfer ke biosfer atau sebaliknya, karbon dipertukarkan dalam lingkungan biosofer melalui rantai makanan. Cangkang hewan-hewan lunak pada umumnya mengandung karbonat. Karbonat kemudian diubah menjadi batu kapur melalui suatu proses yang disebut sedimentasi. Pada siklus karbon diatas, saat upweling nilai CO2 akan meningkat di dalam perairan sedangkan pada saat downweling, CO2 keluar ke meningkat dalam perairan. Dalam siklus tersebut lebih mengarah pada aktivitas organisme dalam perairan dimana terjadi respirasi dan fotosintesis. Dimana, respirasi akan mengakibatkan CO2 meningkat sedangkan pada fotosintesis CO2 akan diserap oleh mikro algae yang mengakibatkan karbon menurun dalam perairan.

            Hubungan El-Nino dan La-Nina yang mengakibatkan kondisi pH air laut
                        El-Nino merupakan anomali cuaca yang diakibatkan naiknya suhu pada permukaan samudra pasifik. Sementara La-Nina merupakan anomali cuaca yang diakibatkan turunnya nilai suhu pada permukaan samudra Pasifik. Sebagai indikator untuk memantau  kejadian El Nino, biasanya digunakan data pengukuran suhu permukaan laut pada bujur 170°BB - 120°BB dan lintang 5°LS - 5°LU, dimana anomali positif suhu permukaan laut di Samodra Pasifik melebihi rata-ratanya antara 3 -5°C mengindikasikan terjadinya El Nino.  Sedangkan Fenomena La Nina ditandai dengan menurunnya suhu permukaan laut pada bujur 170°BB - 120°BB dan pada lintang 5°LS - 5°LU mendinginnya suhu muka laut kurang dari rata-ratanya   dimana anomali negatif  4 – 10° C, sehingga sering juga disebut sebagai fase dingin. Kedua fenomena di perairan Samodra Pasifik ini memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan. Jika terjadi kenaikan suhu yang sangat ekstrim maka akan adanya peningkatan CO2 pada permukaan perairan sehingga di wilayah perairan tersebut akan memiliki pH < 7 atau asam sedangkan pada kondisi perairan di mana terjadi La – Nina ini berhubungan dengan organisme perairan. Ketika fenomena La-Nina ini terjadi maka suhu di atmosfer akan menurun sehingga akan terjadi hujan berkepanjangan. Jika hujan terus menerus di peraian tersebut maka adanya masukan nutrient yang besar. Akibatnya pembelahan sel fitoplankton akan menjadi besar dan proses fotosintensis akan terjadi terus menerus dan fitoplankton membutuhkan CO2. Ketika CO2 diambil maka pH akan menjadi lebih basa. Selain itu sifat basa yang kuat dari ion natrium, kalium dan kalsium dalam air laut cenderung sedikit lebih basa.
Namun kemungkinan, jika El Nino terjadi maka akan terjadi upweling di wilayah perairan tersebut maka pelepasan CO2 oleh air laut ke atmosfer akan ada sehingga kadar CO2 akan berkurang dan mengakibatkan di perairan berkurang CO2 dan laut jadi basa. Sedangkan jika La – Nina maka akan terjadi downweling di perairan tersebut. Jika terjadi downweling maka perairan akan menerima CO2 sehingga laut akan jadi lebih asam. 

Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng